Senin, 07 Juni 2010

Cepuri

Berupa benteng (tembok tinggi) yang mengelilingi kompleks keraton, namun wilayahnya lebih sempit dari baluwarti (lihat: Baluwarti). Bentuk bangunan cepuri secara umum berupa empat persegi panjang, cenderung tidak beraturan (tidak simetris).
Saat ini beberapa bagian sudah tidak utuh lagi namun masih dapat ditemukan bekas-bekas reruntuhannya.

Cepuri diperkirakan dibangun sebelum baluwarti, sebagai bangun-bangunan pelapis dalam
dari lingkungan Keraton Mataram.

Bahan bangunan yang digunakan untuk membangun Cepuri terdiri atas pasangan batu bata dengan ukuran 8 cm x 16 cm x 30 cm, dan dari bahan batu putih dengan ukuran antara 7 cm x 16 cm x 30 cm sampai dengan ukuran 12 cm x 22 cm x 43 cm. Keterangan ini didukung oleh tulisan dalam Babad Tanah Jawi, yang menye-butkan:

….. dipun angge banon abrit lan banon pethak
….. nunten dados kutha bacingah
….. kanthi sinengkalan 1507

(Olthof, 1941:108), yang artinya:

….. digunakan bata merah dan bata putih
…..selanjutnya menjadi benteng
…..dengan (petunjuk) tahun1507

….. (Olthof, 1941:108). Keberadaan bangunan cepuri dapat dilihat dari artefak berupa bekas
bekas bangunan benteng namun juga dapat diperoleh dari Babad Tanah Jawi, yang menyebutkan:

….. Kacariyos Kanjeng Sultan Pajang miyos sinewaka
….. Para Bupati sami matur: ”Putra Dalem Senapati ing Alaga, saestu mirong badhe mengsah
….. sampun damel beteng sarta lelaren wiyar”

(Olthof, 1941:80), yang artinya:
….. Suatu saat ketika Sultan Pajang sedang duduk di atas singgasana (dihadapan Bupati dan Abdi Dalem)
….. Para Bupati menyatakan (lapor): “Ananda (anak Sultan Pajang) Senapati ing Alaga, benar-benar akan melakukan pemberontakan
…..(Dia-Senapati Ing Alaga), telah membangun benteng yang dikelilingi oleh parit (jagang)
yang cukup lebar.

Dari tulisan tersebut, terlihat adanya pemahaman atas fungsi cepuri sebagai benteng pertahanan yang dikelilingi dengan jagang (lihat: Jagang) yang berupa parit yang lebar, sehingga dapat menghambat musuh untuk mendekati benteng.

Denah cepuri secara umum adalah persegi panjang yang membujur timur–barat, dan pada sudut tenggara melengkung sehingga oleh penduduk disebut dengan bokong semar (lihat: Bokong Semar). Luas seluruhnya sekitar 6,5 Ha dan sebagian besar temboknya masih tersisa. Sementara itu, di bagian tengah sisi utara terdapat struktur benteng yang oleh penduduk dipercaya pernah dijebol oleh Pangeran Rangga, putera Panembahan Senapati.
Struktur ini kemudian dikenal dengan “benteng jebolan Raden Rangga” (lihat: Benteng Jebolan Raden Rangga).

Fungsi utama bangunan ini adalah untuk melindungi bagian keraton, sehingga benteng ini juga disebut dengan tembok jero.

Berdasarkan sisa peninggalan dan analogi dengan tata letak bangunan di lingkungan keraton pada umumnya, cepuri juga memiliki beberapa komponen bangunan penting. Beberapa bangunan yang semula ada di dalam cepuri berdasarkan analogi tersebut antara lain adalah: Sitinggil (Sitihinggil), Mandhungan (Kamandhungan), Sri Manganti, Kedhaton, Prabayaksa (yang dilengkapi dengan beberapa bangsal seperti Bangsal Kencana, bangsal Kemuning, bangsal Manis, dan Gedong Kemuning).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar